Agus Dwi Darmawan | Rabu, 15 Desember 2010, 16:50 WIB VIVAnews- Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi tak yakin dengan prediksi pengamat bahwa Indonesia calon negara besar secara ekonomi. "Itu hanya mimpi," ujar Sofyan di Jakarta, Rabu 15 Desember 2010. Menurut dia, dari sejumlah pilihan, Indonesia hanya dijadikan alternatif oleh para pengusaha.
Sofjan menambahkan, Indonesia belum punya daya tawar tinggi bagi investor, baik lokal atau asing. Soalnya, pemerintah tak bisa menjamin keamanan, dan kepastian hukum di Tanah Air. "Kemarin perusahaan Jepang tanya ke saya, melihat demo ini aman apa tidak di Indonesia," ujar Sofjan.
Para investor, kata Sofjan, juga galau soal Undang-undang Ketenagakerjaan yang masih menggantung. Pemerintah, buruh, dan pengusaha seperti berperang mempertahankan argumen masing-masing. Keluhan lain, pengusaha harus mengeluarkan biaya tinggi dalam urusan tenaga kerja. "Di dunia ini Indonesia paling tinggi keluarkan biaya. Misalnya pesangon sampai 32 kali gaji," kata Sofjan. Kepastian hukum juga menjadi soal. Urusan ke pengadilan tidak nyaman. Misalnya, ketika ada karyawan mencuri, lalu diproses secara hukum di pengadilan. Kasusnya membutuhkan waktu sampai 5 tahun. "Pengusaha keberatan, karena selama 5 tahun itu, harus bayar gaji," ujar dia.
Sofjan mengatakan pengusaha sebenarnya tak begitu suka memakai tenaga kerja outsourcing. Paling tidak, selain biaya mahal, kualitas sumber daya manusia juga tak bisa dipenuhi secara baik. Masalah lain, bila perusahaan merekrut karyawan dari kontrak lalu diangkat karyawan tetap, biasanya karyawan itu juga menjadi malas-malasan.
"Selalu seperti itu. Begitu sudah tetap malas-malasan. Lalu kalau kami pecat, kami harus keluarkan biaya tinggi," kata dia.
Ketidakpastian juga terjadi pada pembebasan lahan dan energi. Pengusaha mengeluh karena sulitnya memulai usaha di Indonesia. "Kita mau investasi minyak dan gas tidak ada. Infrastruktur kurang. Ada pelabuhan macet, jalan tidak ada. Bagaimana ini? Jadi pekerjaan pemerintah itu banyak," ujar dia.
Sofjan yakin bila persoalan itu segera diatasi, maka ekspansi usaha perusahaan besar seperti Toyota, LG, Panasonic, dan lainnya akan lebih bergairah. Kondisi investasi pengusaha sekarang, menurut Sofjan, masih sangat lambat.
"Eropa, Amerika, dan Jepang, itu takut dengan China. Mereka ingin Indonesia bisa jadi alternatif karena mereka tahu Indonesia punya potensi. Tapi sampai hari ini, Indonesia baru masuk alternatif," kata dia.
Sofjan meminta pemerintah memperhatikan tumbuhnya industri di Indonesia. Seperti China, kekuatan manufaktur sudah tak bisa tersaingi. Bahkan untuk angka impor Indonesia dari China pun sulit. Tak heran, pada tahun ini defisit perdagangan Indonesia dengan China melampaui US$6 miliar.
Pengusaha, Sofjan melanjutkan, memperhatikan proses birokrasi di pemerintahan. Sejauh ini para pengusaha baru tahu cerita yang baik, tapi pelaksanaannya belum. Banyak peraturan tumpang tindih, dan peraturan di pusat dan daerah belum sejalan. "Semua masih pakai duit. Birokrasi ini perlu dibenahi lagi," kata dia. (np).
(Vivanews.com)
Powered by Telkomsel BlackBerry®